"Kata Mereka....."
Surat dari Imam Ali Untuk Para Penguasa
Jadikanlah kekuasaanmu yang sangat pada segala sesuatu yang paling dekat dengan kebenaran, paling luas dalam keadilan, dan paling meliputi kepuasan rakyat banyak. Sebab, kemarahan rakyat banyak mampu mengalahkan kepuasan kaum elit. Adapun kemarahan kaum elit dapat dibaikan dengan adanya kepuasan rakyat banyak. Sesungguhnya rakyat yang berasal dari kaum elit ini adalah yang paling berat membebani wali negeri dalam masa kemakmuran: paling sedikit bantuannya di masa kesulitan di masa kesulitan; paling membenci keadilan; paling banyak tuntutannya, namun paling sedikit rasa terimakasihnya bila diberi; paling lambat menerima alasan bila ditolak; dan paling sedikit kesabaranya bila berhadapan dengan berbagai bencana.
Seburuk-buruk menterimu adalah mereka yang tadinya juga menjadi menteri orang-orang jahat yang telah berkuasa sebelummu, yang bersekutu dengan mereka dalam dosa dan pelanggaran. Maka jangan kaujadikan mereka sebagai kelompok pendampingmu, sebab mereka adalah pembantu-pembantu kaum durhaka, dan saudara-saudara kaum yang aniaya. Kemudian pilihlah untuk jabatan sebagai hakim orang-orang yang paling utama diantara rakyatmu, yang luas pengetahuannya dan tidak mudah dibangkitkan emosinya oleh lawanya. Tidak berkeras kepala dalam kekeliruan dan tidak segan kembali kepada kebenaran bila telah mengetahuinya. Tidak tergiur hatinya oleh ketamakan. Tidak merasa cukup dengan pemahaman yang hanya di permukaan saja, tetapi ia berusaha memahami sesuatu sedalam-dalamnya. Mereka yang paling segera berhenti, karena berhati-hati, bila berhadapan dengan keraguan. Yang paling bersedia menerima argumen-argumen yang benar dan yang paling sedikit rasa kesalnya bila didebat oleh lawan. Yang paling sabar menyelidiki semua urusan dan yang paling tegas beroleh kejelasan tentang penyelesainya. Untuk kaum fakir miskin dan Kaum Lemah jangan kau lalaikan mereka. Jangan sekali-kali kau disibukkan oleh kemewahan. Dan jangan beranggapan bahwa kau tidak akan dituntut apabila melalaikan yang remeh semata-mata disebabkan kau telah menyempurnakan berbagai urusan yang besar lagi penting. Curahkanlah perhatianmu pada mereka dan jangan sekali-kali kau palingkan wajahmu dari mereka. Telitilah juga hal ihwal orang-orang yang tidak dapat mencapaimu disebabkan kehinaan mereka di mata orang banyak. Tugaskanlah beberapa orang kepercayaanmu- yang bersahaja dan tawadhu-untuk meneliti keadaan orang-orang itu. Kemudian penuhilah kewajibanmu terhadap mereka sehingga kaudapat mempertanggung- jawabkan kelak, pada saat perjumpaanmu dengan Allah SWT. Ingatlah apa yang dinyatakan oleh Rasulullah saw: Tidak akan tersucikan suatu ummat selama si lemah tidak dapat menuntut dan memperoleh kembali haknya dari si kuat tanpa rasa takut dan cemas.(Sumber: Muhammad al Baqir, Mutiara Nahjul Balaghah, Mizan 1999)
Surat Nicollo Machiavelli Untuk Para Penguasa
…..Raja harus bertindak hati-hati, dan harus waspada sehingga ia tidak menjadi takut karena bayanganya sendiri; tingkah lakunya harus dikendalikan dengan sikap manusiawi dan bijaksana sehingga kepercayaan yang berlebihan tidak membuatnya sembrono atau kecurigaan yang berlebihan tidak membuat dirinya tak berdaya. Dari semuanya ini muncullah pertanyaan berikut: apakah lebih baik dicintai atau ditakuti, atau sebaliknya. Jawabanya ialah bahwa orang tentunya menginginkan keduanya, baik dicintai maupun ditakuti; tetapi karena sulit untuk mempertemukannya, jauh lebih baik ditakuti daripada dicintai, jika Anda tidak dapat memperoleh keduanya…..karena itu Raja harus membuat dirinya ditakuti sedemikian rupa sehingga kalau ia tidak dicintai rakyatnya, setidak-tidaknya ia tidak dibenci. Karena rasa takut sungguh cocok dengan tidak adanya rasa benci…..Seandainya memang ada alasan untuk menghukum seseorang, ini harus dilakukan hanya kalau ada pembenaran yang wajar dan alasan jelas untuk melakukan hal tersebut. Tetapi lebih-lebih raja harus menjauhkan diri dari harta milik orang lain, karena orang lebih mudah melupakan kematian leluhurnya daripada kehilangan warisan leluhurnya. Memang selalu ada alasan untuk merampas harta seseorang, tetapi seorang raja yang mulai hidup dengan merampok selalu ingin berusaha merebut harta milik orang lain. Sebaliknya, alasan untuk menghukum seseorang lebih sulit ditemukan dan alasan-alasan itupun tidak mudah mendapat dukungan……Dengan demikian saya menyimpulkan bahwa mengenai masalah dicintai atau ditakuti, manusia mencintai menurut kehendak bebasnya, tetapi takut terhadap kehendak raja, dan seorang raja harus mengandalkan apa yang ada padanya dan bukanya ada pada apa yang ada pada orang lain. Ia hanya harus berusaha, seperti yang saya utarakan, menghindari dirinya dibenci. Dengan demikian, karena seorang raja terpaksa mengetahui cara bertindak seperti binatang, ia harus meniru rubah dan singa: karena singa tidak dapat membela diri sendiri terhadap perangkap, dan rubah tidak dapat membela diri terhadap srigala. Karena orang harus bersikap seperti rubah untuk mengetahui adanya perangkap, dan seperti singa untuk menakuti srigala. Mereka yang hanya ingin bersikap seperti singa adalah bodoh. Sehingga seorang penguasa yang bijaksana tidak harus memegang janji kalau dengan demikian ia akan merugikan diri sendiri, dan kalau alasan yang mengikat sudah tidak ada lagi. Seandainya semua orang baik hati, anjuran ini pasti tidak baik. Tetapi karena manusia adalah makhluk yang jahanam yang tidak menepati janji, Anda tidak perlu menepati janji pula pada manusia lain. Dan seorang raja tidak akan pernah kehabisan alasan untuk menutupi ketidaksetiaanya, dengan menunjukkan betapa banyak perjanjian dan persetujuan yang dilakukan oleh para raja ternyata kosong dan tidak bernilai karena raja tidak memegang janji: mereka yang paling tahu meniru rubah adalah yang terbaik. Tetapi orang harus mengetahui bagaimana menutupi tindakan-tindakanny a dan menjadi pembohong dan penipu yang ulung. Manusia bersifat sederhana, dan begitu banyak manusia di sekitarnya, sehingga penipu akan selalu menemukan seseorang yang siap ditipunya. Karena itu, seorang raja tidak perlu memiliki semua sifat baik yang saya sebutkan diatas, tetapi ia tentu saja harus bersikap seakan-akan memilikinya. Saya bahkan berani mengatakan bahwa jika ia memiliki sifat-sifat ini dan selalu bertingkah laku sesuai dengannya ia akan mengalami bahwa sifat-sifat tersebut sangat merugikannya. Jika ia nampaknya saja memilikinya, sifat-sifat tersebut akan berguna baginya. Ia sebaiknya nampak penuh pengertian, setia akan janji, bersih dan alim. Dan ia memang seharusnya demikian. ….Anda harus menyadari hal ini: seorang raja, dan khususnya seorang raja baru, tidak dapat menaati semua hal yang menyebabkan orang dipandang hidup baik, karena untuk mempertahankan negaranya ia kerap kali terpaksa bertindak berlawanan dengan kepercayaan orang, belas kasih, kebaikan, dan agama……sebagaimana saya utarakan diatas, ia tidak boleh menyimpang dari yang baik, jika itu mungkin, tetapi ia harus mengetahui bagaimana bertindak jahat, jika perlu.(Niccolo Machiavelli, Il Principe (Sang Penguasa))
Pesan Imam Khomeini untuk Para Penguasa
Kaum muslim sedunia harus memikirkan untuk mendidik, mengontrol dan mereformasi beberapa kepala negaranya yang telah dibeli musuh, dan membangunkan mereka dengan nasehat, atau ancaman, dari ketiduran nyenyak yang akan mengakibatkan kehancuran mereka sendiri maupun kepentingan negara-negara Islam. Anda harus mengingatkan para boneka pelayan ini akan bahaya kemunafikan dan pekerjaan mustakbirin dunia, dan tidak hanya sekedar menanti dan menonton kekalahan Islam serta menyerobot harta kekayaan kaum muslimin, sumber-sumber dan kesuciannya. Adalah kewajiban para pejabat, pengelola, para pemimpin dan kaum ruhaniawan dari sistem pemerintahan yang adil untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada kaum fakir miskin, lebih mengenal dan bersahabat dengan mereka. Berada di kalangan kaum fakir miskin, memandang diri sendiri sebagai termasuk kalangan mereka adalah suatu kehormatan besar dan merupakan para khalilullah. Saya katakan lagi bahwa seutas rambut dari para penghuni rumah gubuk lebih mulia bagi saya ketimbang semua orang yang mendiami istana-istana. Dengan seluruh kerendahan dan sebagai seorang ayah yang tua, saya meminta kalangan ruhaniawan yang telah diridhai Allah Yang MahaKuasa dan telah diberi kehormatan untuk menyerukan misi para nabi, untuk memelihara mentalitas yang sejati, menghindari cara hidup berpamer dan mewah. Hal-hal semacam itu jauh di bawah taraf kehormatan mereka sebagai para ulama dan bertentangan dengan Republik Islam Iran. Dengarlah penderitaan masyarakat dari penduduk tiap negeri, jangan berhenti untuk menyelesaikan permasalahan- permasalahan mereka. Tiap keluarga dari berbagai negara di perkumpulan yang suci hendaknya menjelaskan permasalahan- permasalahan kaum muslimin. Pikirkanlah urusan para fakir miskin di dunia Islam. Carilah jalan untuk membebaskan bumi Palestina dari cengkraman Zionis, musuh bebuyutan Islam dan kemanusiaan. Jangan lupakan perjuangan para pahlawan yang telah berjuang untuk membebaskan Palestina dan tolonglah mereka.(Imam Khomeini, Pesan Sang Imam)
Sikap Pemimpin, Pesan Bung Hatta
…Betul banyak orang yang bertukar haluan karena penghidupan, istimewa dalam tanah jajahan di mana semangat terlalu tertindas, tetapi pemimpin yang suci senantiasa terjauh daripada godaan iblis itu. Memang benar pepatah Jerman: Der Mensch ist, war es iszt, artinya “sikap manusia sepadan dengan caranya ia mendapat makan” Seperti segala pepatah, perkataan itu ada mengandung kebenaran. Hanya terhadap seorang pemimpin kita harus mengambil ukuran yang berat. Ia harus tahan sakit dan tahan coba, tidak boleh berubah karena kesusahan hidup Tidak heran, jika pergerakan rakyat yang memajukan pertentangan ini memberikan korban yang tidak sedikit. Berpuluh-puluh pemimpin kita yang meringkuk dalam bui sengsara dalam pembuangan di Boven Digul, dengan tiada mempunyai pengharapan akan kembali lagi. Berapakah diantara saudara-saudara yang masih kenal akan nama-nama mereka? Tetapi pahlawan yang setia ini berkorban, bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata untuk membela cita-cita, untuk mencapai kemakmuran rakyat dan tanah air. Untuk mencapai kemakmuran itu mereka bersedia hidup sengsara. Itulah pemberian mereka yang tidak mempunyai harta itu selain daripada semangatnya, keyakinan dan cita-citanya. Mereka insaf akan tuntutan perjuangan: ‘Untuk mencapai cita-cita yang tinggi manusia melepaskan nyawanya pada tiang gantungan, mati dalam pembuangan, tetapi menyimpan senantiasa dalam hatinya yang luka wajah tanah air yang duka. Percobaan mereka adalah satu, yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang sama mencoba. Perjuangan mereka tidak pernah disorakkan, dan pahlawan-pahlawan yang tidak dikenal namanya itu dan tinggal di sana, untuk mencapai cita-cita, akan meninggal dengan tiada mencapai tujuannya. Hidup mereka tidak lain daripada berjuang, dan itulah percobaan untuk kemakmuran cita-cita” Di sini, dengan penuh kesedihan, saya menyebut satu nama yang patut menjadi kenang-kenangan buat selama-lamanya: Tjipto Mangunkusumo, yang meninggal kemaren pagi dalam usia 58 tahun. Sejarah hidupnya mudah diterangkan dengan beberapa kata saja: jujur, setia, ksatria, berjuang, berkorban, pembuangan, penyakitan.
(Bung Hatta, Kebangsaan dan Kerakyatan)
Jadikanlah kekuasaanmu yang sangat pada segala sesuatu yang paling dekat dengan kebenaran, paling luas dalam keadilan, dan paling meliputi kepuasan rakyat banyak. Sebab, kemarahan rakyat banyak mampu mengalahkan kepuasan kaum elit. Adapun kemarahan kaum elit dapat dibaikan dengan adanya kepuasan rakyat banyak. Sesungguhnya rakyat yang berasal dari kaum elit ini adalah yang paling berat membebani wali negeri dalam masa kemakmuran: paling sedikit bantuannya di masa kesulitan di masa kesulitan; paling membenci keadilan; paling banyak tuntutannya, namun paling sedikit rasa terimakasihnya bila diberi; paling lambat menerima alasan bila ditolak; dan paling sedikit kesabaranya bila berhadapan dengan berbagai bencana.
Seburuk-buruk menterimu adalah mereka yang tadinya juga menjadi menteri orang-orang jahat yang telah berkuasa sebelummu, yang bersekutu dengan mereka dalam dosa dan pelanggaran. Maka jangan kaujadikan mereka sebagai kelompok pendampingmu, sebab mereka adalah pembantu-pembantu kaum durhaka, dan saudara-saudara kaum yang aniaya. Kemudian pilihlah untuk jabatan sebagai hakim orang-orang yang paling utama diantara rakyatmu, yang luas pengetahuannya dan tidak mudah dibangkitkan emosinya oleh lawanya. Tidak berkeras kepala dalam kekeliruan dan tidak segan kembali kepada kebenaran bila telah mengetahuinya. Tidak tergiur hatinya oleh ketamakan. Tidak merasa cukup dengan pemahaman yang hanya di permukaan saja, tetapi ia berusaha memahami sesuatu sedalam-dalamnya. Mereka yang paling segera berhenti, karena berhati-hati, bila berhadapan dengan keraguan. Yang paling bersedia menerima argumen-argumen yang benar dan yang paling sedikit rasa kesalnya bila didebat oleh lawan. Yang paling sabar menyelidiki semua urusan dan yang paling tegas beroleh kejelasan tentang penyelesainya. Untuk kaum fakir miskin dan Kaum Lemah jangan kau lalaikan mereka. Jangan sekali-kali kau disibukkan oleh kemewahan. Dan jangan beranggapan bahwa kau tidak akan dituntut apabila melalaikan yang remeh semata-mata disebabkan kau telah menyempurnakan berbagai urusan yang besar lagi penting. Curahkanlah perhatianmu pada mereka dan jangan sekali-kali kau palingkan wajahmu dari mereka. Telitilah juga hal ihwal orang-orang yang tidak dapat mencapaimu disebabkan kehinaan mereka di mata orang banyak. Tugaskanlah beberapa orang kepercayaanmu- yang bersahaja dan tawadhu-untuk meneliti keadaan orang-orang itu. Kemudian penuhilah kewajibanmu terhadap mereka sehingga kaudapat mempertanggung- jawabkan kelak, pada saat perjumpaanmu dengan Allah SWT. Ingatlah apa yang dinyatakan oleh Rasulullah saw: Tidak akan tersucikan suatu ummat selama si lemah tidak dapat menuntut dan memperoleh kembali haknya dari si kuat tanpa rasa takut dan cemas.(Sumber: Muhammad al Baqir, Mutiara Nahjul Balaghah, Mizan 1999)
Surat Nicollo Machiavelli Untuk Para Penguasa
…..Raja harus bertindak hati-hati, dan harus waspada sehingga ia tidak menjadi takut karena bayanganya sendiri; tingkah lakunya harus dikendalikan dengan sikap manusiawi dan bijaksana sehingga kepercayaan yang berlebihan tidak membuatnya sembrono atau kecurigaan yang berlebihan tidak membuat dirinya tak berdaya. Dari semuanya ini muncullah pertanyaan berikut: apakah lebih baik dicintai atau ditakuti, atau sebaliknya. Jawabanya ialah bahwa orang tentunya menginginkan keduanya, baik dicintai maupun ditakuti; tetapi karena sulit untuk mempertemukannya, jauh lebih baik ditakuti daripada dicintai, jika Anda tidak dapat memperoleh keduanya…..karena itu Raja harus membuat dirinya ditakuti sedemikian rupa sehingga kalau ia tidak dicintai rakyatnya, setidak-tidaknya ia tidak dibenci. Karena rasa takut sungguh cocok dengan tidak adanya rasa benci…..Seandainya memang ada alasan untuk menghukum seseorang, ini harus dilakukan hanya kalau ada pembenaran yang wajar dan alasan jelas untuk melakukan hal tersebut. Tetapi lebih-lebih raja harus menjauhkan diri dari harta milik orang lain, karena orang lebih mudah melupakan kematian leluhurnya daripada kehilangan warisan leluhurnya. Memang selalu ada alasan untuk merampas harta seseorang, tetapi seorang raja yang mulai hidup dengan merampok selalu ingin berusaha merebut harta milik orang lain. Sebaliknya, alasan untuk menghukum seseorang lebih sulit ditemukan dan alasan-alasan itupun tidak mudah mendapat dukungan……Dengan demikian saya menyimpulkan bahwa mengenai masalah dicintai atau ditakuti, manusia mencintai menurut kehendak bebasnya, tetapi takut terhadap kehendak raja, dan seorang raja harus mengandalkan apa yang ada padanya dan bukanya ada pada apa yang ada pada orang lain. Ia hanya harus berusaha, seperti yang saya utarakan, menghindari dirinya dibenci. Dengan demikian, karena seorang raja terpaksa mengetahui cara bertindak seperti binatang, ia harus meniru rubah dan singa: karena singa tidak dapat membela diri sendiri terhadap perangkap, dan rubah tidak dapat membela diri terhadap srigala. Karena orang harus bersikap seperti rubah untuk mengetahui adanya perangkap, dan seperti singa untuk menakuti srigala. Mereka yang hanya ingin bersikap seperti singa adalah bodoh. Sehingga seorang penguasa yang bijaksana tidak harus memegang janji kalau dengan demikian ia akan merugikan diri sendiri, dan kalau alasan yang mengikat sudah tidak ada lagi. Seandainya semua orang baik hati, anjuran ini pasti tidak baik. Tetapi karena manusia adalah makhluk yang jahanam yang tidak menepati janji, Anda tidak perlu menepati janji pula pada manusia lain. Dan seorang raja tidak akan pernah kehabisan alasan untuk menutupi ketidaksetiaanya, dengan menunjukkan betapa banyak perjanjian dan persetujuan yang dilakukan oleh para raja ternyata kosong dan tidak bernilai karena raja tidak memegang janji: mereka yang paling tahu meniru rubah adalah yang terbaik. Tetapi orang harus mengetahui bagaimana menutupi tindakan-tindakanny a dan menjadi pembohong dan penipu yang ulung. Manusia bersifat sederhana, dan begitu banyak manusia di sekitarnya, sehingga penipu akan selalu menemukan seseorang yang siap ditipunya. Karena itu, seorang raja tidak perlu memiliki semua sifat baik yang saya sebutkan diatas, tetapi ia tentu saja harus bersikap seakan-akan memilikinya. Saya bahkan berani mengatakan bahwa jika ia memiliki sifat-sifat ini dan selalu bertingkah laku sesuai dengannya ia akan mengalami bahwa sifat-sifat tersebut sangat merugikannya. Jika ia nampaknya saja memilikinya, sifat-sifat tersebut akan berguna baginya. Ia sebaiknya nampak penuh pengertian, setia akan janji, bersih dan alim. Dan ia memang seharusnya demikian. ….Anda harus menyadari hal ini: seorang raja, dan khususnya seorang raja baru, tidak dapat menaati semua hal yang menyebabkan orang dipandang hidup baik, karena untuk mempertahankan negaranya ia kerap kali terpaksa bertindak berlawanan dengan kepercayaan orang, belas kasih, kebaikan, dan agama……sebagaimana saya utarakan diatas, ia tidak boleh menyimpang dari yang baik, jika itu mungkin, tetapi ia harus mengetahui bagaimana bertindak jahat, jika perlu.(Niccolo Machiavelli, Il Principe (Sang Penguasa))
Pesan Imam Khomeini untuk Para Penguasa
Kaum muslim sedunia harus memikirkan untuk mendidik, mengontrol dan mereformasi beberapa kepala negaranya yang telah dibeli musuh, dan membangunkan mereka dengan nasehat, atau ancaman, dari ketiduran nyenyak yang akan mengakibatkan kehancuran mereka sendiri maupun kepentingan negara-negara Islam. Anda harus mengingatkan para boneka pelayan ini akan bahaya kemunafikan dan pekerjaan mustakbirin dunia, dan tidak hanya sekedar menanti dan menonton kekalahan Islam serta menyerobot harta kekayaan kaum muslimin, sumber-sumber dan kesuciannya. Adalah kewajiban para pejabat, pengelola, para pemimpin dan kaum ruhaniawan dari sistem pemerintahan yang adil untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada kaum fakir miskin, lebih mengenal dan bersahabat dengan mereka. Berada di kalangan kaum fakir miskin, memandang diri sendiri sebagai termasuk kalangan mereka adalah suatu kehormatan besar dan merupakan para khalilullah. Saya katakan lagi bahwa seutas rambut dari para penghuni rumah gubuk lebih mulia bagi saya ketimbang semua orang yang mendiami istana-istana. Dengan seluruh kerendahan dan sebagai seorang ayah yang tua, saya meminta kalangan ruhaniawan yang telah diridhai Allah Yang MahaKuasa dan telah diberi kehormatan untuk menyerukan misi para nabi, untuk memelihara mentalitas yang sejati, menghindari cara hidup berpamer dan mewah. Hal-hal semacam itu jauh di bawah taraf kehormatan mereka sebagai para ulama dan bertentangan dengan Republik Islam Iran. Dengarlah penderitaan masyarakat dari penduduk tiap negeri, jangan berhenti untuk menyelesaikan permasalahan- permasalahan mereka. Tiap keluarga dari berbagai negara di perkumpulan yang suci hendaknya menjelaskan permasalahan- permasalahan kaum muslimin. Pikirkanlah urusan para fakir miskin di dunia Islam. Carilah jalan untuk membebaskan bumi Palestina dari cengkraman Zionis, musuh bebuyutan Islam dan kemanusiaan. Jangan lupakan perjuangan para pahlawan yang telah berjuang untuk membebaskan Palestina dan tolonglah mereka.(Imam Khomeini, Pesan Sang Imam)
Sikap Pemimpin, Pesan Bung Hatta
…Betul banyak orang yang bertukar haluan karena penghidupan, istimewa dalam tanah jajahan di mana semangat terlalu tertindas, tetapi pemimpin yang suci senantiasa terjauh daripada godaan iblis itu. Memang benar pepatah Jerman: Der Mensch ist, war es iszt, artinya “sikap manusia sepadan dengan caranya ia mendapat makan” Seperti segala pepatah, perkataan itu ada mengandung kebenaran. Hanya terhadap seorang pemimpin kita harus mengambil ukuran yang berat. Ia harus tahan sakit dan tahan coba, tidak boleh berubah karena kesusahan hidup Tidak heran, jika pergerakan rakyat yang memajukan pertentangan ini memberikan korban yang tidak sedikit. Berpuluh-puluh pemimpin kita yang meringkuk dalam bui sengsara dalam pembuangan di Boven Digul, dengan tiada mempunyai pengharapan akan kembali lagi. Berapakah diantara saudara-saudara yang masih kenal akan nama-nama mereka? Tetapi pahlawan yang setia ini berkorban, bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata untuk membela cita-cita, untuk mencapai kemakmuran rakyat dan tanah air. Untuk mencapai kemakmuran itu mereka bersedia hidup sengsara. Itulah pemberian mereka yang tidak mempunyai harta itu selain daripada semangatnya, keyakinan dan cita-citanya. Mereka insaf akan tuntutan perjuangan: ‘Untuk mencapai cita-cita yang tinggi manusia melepaskan nyawanya pada tiang gantungan, mati dalam pembuangan, tetapi menyimpan senantiasa dalam hatinya yang luka wajah tanah air yang duka. Percobaan mereka adalah satu, yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang sama mencoba. Perjuangan mereka tidak pernah disorakkan, dan pahlawan-pahlawan yang tidak dikenal namanya itu dan tinggal di sana, untuk mencapai cita-cita, akan meninggal dengan tiada mencapai tujuannya. Hidup mereka tidak lain daripada berjuang, dan itulah percobaan untuk kemakmuran cita-cita” Di sini, dengan penuh kesedihan, saya menyebut satu nama yang patut menjadi kenang-kenangan buat selama-lamanya: Tjipto Mangunkusumo, yang meninggal kemaren pagi dalam usia 58 tahun. Sejarah hidupnya mudah diterangkan dengan beberapa kata saja: jujur, setia, ksatria, berjuang, berkorban, pembuangan, penyakitan.
(Bung Hatta, Kebangsaan dan Kerakyatan)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home