Catatanku...

29 September 2007


Serba-serbi Ramadhan
(Eksploitasi berlebih?)




“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (Al baqarah: 183)

Bulan Ramadhan. Di masyarakat kita Indonesia tentu sudah tak asing dengan nama bulan yang satu ini. Apa lagi manyoritas penduduk bangsa ini memeluk agama islam. Sudah menjadi rahasia khalayak bahwa bulan ramadhan disebut bulan penuh berkah, atau sebutan-sebutan lainnya ada bulan penuh ampunan, bulan penuh berkah, bulan penuh pahala karena dibulan ini pahala dilipat gandakan, dan (tentu) bulan pengendalian diri.

Pengendalian diri yang dimaksud adalah mengendalikan hawa nafsu pada diri kita. Baik nafsu makan, nafsu minum, nafsu birahi, sampai melakukan niatan tindakan negatif lainnya, bahkan perilaku baik sekalipun. Namun pada kenyataannya pada bulan ramadhan ini kita malah bersikap sebaliknya. Bulan ramadhan yang seharusnya menjadi bulan pengendalian diri menjadi bulan balas dendam. Gimana tidak, contoh kecil pertama adalah saat berbuka kita makan seperti melakukan balas dendam, makan sebanyak-banyaknya, makanan ini-itu, minum ini-itu, bahkan terkadang sampai berbuka puasa makan atau minum yang kadang tidak biasanya (diada-adakan) karena seharian penuh kita tidak makan dan minum. Inginnya menikmati semua makanan dan minuman yang ada, sehingga terkesan dan (yang) terjadi balas dendam.

Secara logika memakai persektif kacamata mahasiswa, kalau pada bulan bisa kita makan 3 kali sehari tapi saat bulan ramadhan kita makan 2 kali sehari, otomatis secara logika dan rasional biaya yang kita gunakan (keluarkan) lebih hemat. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya pada bulan ramadhan kita mengeluarkan biaya makan yang lebih besar dari pada bulan biasa. Ini dikarenakan ketika kita berbuka kita beli ini-itu yang terkadang tidak begitu membutuhkan atau menginginkannya. Sehingga yang terjadi ya balas dendam tadi!

Meski memang itu terserah pada diri kita masing-masing, karena yang dipakai juga uang masing-masing. Namun alangkah baik dan bijak ketika kita menyadari hal itu meski termasuk urusan yang kecil.

Kedua yang menarik di bulan ramadhan adalah bulan ramadhan menjadi bulan yang dimanfaatkan sebagian orang untuk meng-geber kegiatan yang bertujuan menggaungkan ramadhan, menyemarakkan ramadhan, meramaikan ramadhan, sampai dengan tujuan untuk hanya sekedar berbagi dan mendapat pahala yang banyak dari Sang Khalik atau hanya biar ramadhan nampak meriah. Namun yang terjadi dilapangan adalah pada proses tersebut (panitia menyiapkan kegiatan ramadhan) malah setiap hari, dan begitu banyaknya kegiatan sampai-sampai para panitia tersebut kurang menangkap apa esensi ramadhan atau meraih apa yang seharusnya di bulan ramadhan. Ini tidak bisa kita pungkiri, panitia karena banyaknya kegiatan penyemarak ramadhan malah sibuk dengan rutinitas-rutinitas kegiatan berupa rapat-rapat koordinasi, checking-cheking berbagai hal dan sampai “ogo rampe-nya semua” untuk kegiatan. Mereka meninggalkan (kurang memperhatikan atau mengurangi) rutinitas religiusitas keberagamaan mereka yang seharusnya ditingkatkan atau yang di geber sangat kencang untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan beragama kepada sang khalik. Sehingga ramadhan tidak menjadi bulan rutinitas moment semata, yang harus di sambut dengan genggap-gembitanya kegiatan namun sebagai bulan peningkatan ketaqwaan kita.

Ketiga adalah eksploitasi yang sangat berlebih pada ramadhan. Kita semua tahu salah satu segi pasar (yang dikuasai para pemodal) adalah adanya sebuah moment. Moment yang disini yang dimaksud adalah bulan ramadhan dan eksploitasi yang dimaksud disini adalah sebuah keinginan mencari keuntungan sebesar-besarnya pada bulan suci ramadhan. Beberapa tahun lalu atau tepatnya sekitar 3 tahunan yang lalu beberapa penyanyi dari mulai penyanyi (solo) sampai group band banyak yang menciptakan lagu-lagu “religius” atau bermakna ramadhan pada saat bulan ramadhan, dibuat rekaman (kaset, CD, DVD) dilempar ke pasar-an dan laku keras, bahkan beberapa sampai mendapat penghargaan-penghargaan karena laku besar dalam skala jumlah copy-annya. Sepintas tak ada yang salah. Namun ketika lihat lebih dalam, ada sesuatu yang salah (yang semestinya tidak terjadi), yang dimaksud disini adalah adanya kekuatan para pemilik modal untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dengan menunggangi para seniman musik kita yang “hanya sekedar” ingin berkarya bahkan terkadang ada yang hanya ingin membuat tulisan rasa syukur sang musisi karena pengalaman hidup (sisi rohani) yang tak semulus orang lain, sehingga perlu kiranya untuk di syukuri dan diapresiasikan dalam bentuk lagu yang sangat indah, enak didengarkan, dan dibagi kepada orang lain untuk ikut menikmatinya.

Namun yang terjadi sangat jauh dari kemakluman dan sangat ironis. Ketika kekuatan modal menjadi kekuatan yang mengatur segalanya di pasar maka yang lebih nampak (kuat) adalah eksploitasi berlebihan, mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan waktu yang relatif cepat di tambah menggunakan segala cara tanpa memandang lagi baik-buruk dan pantas-tidaknya adalah dipandang hal yang biasa dalam industri musik tanah air. Meski memang jika kita akui bahwa seni (musik) di indonesia sudah menjadi sebuah industri yang cukup lumayan (tanpa menutupi aib para penduduk kita yang juga kreatif dalam hal membajak), sehingga arus yang terlihat bukan lagi sebuah ghirah kuat dan besar para musisi kita namun malah lebih pada komersialisasi, dalam hal ini komersialisasi agama yang pada saat ini baru berlangsung komersialisasi bulan ramadhan. Sedikit dibumbui cerita-cerita perjalanan rohani sang musisi pada zaman dahulu dan yang terjadi pada saat sekarang sampai perubahan penampilan sang musisi (yang tentu saja di setting oleh pihak managemen) yang di sesuaikan dengan bulan ramadhan (sehingga terkesan agamis), itu semua mampu mendapat simpati para khalayak (pengemar), jika sudah begitu tinggal menunggu album meledak dipasaran dan dapat uang.

Apakah memang di dunia ini tak ada yang luput dari eksploitasi (komersialisasi berlebih)? Sehingga agama, bulan ramadhan bahkan sampai alam gaib pun tak luput dari ini. Wallahualam bishawab.

16 Ramadhan 1428 H

-antara patemon dan sekaran-

0 Comments:

Post a Comment

<< Home